Reformasi Pemikiran dalam Kebijakan Keamanan Nasional

 


Membangun Kesadaran Baru tentang Keamanan

Dalam satu dekade terakhir, wacana keamanan nasional di Indonesia sering kali terjebak dalam narasi konvensional: ancaman eksternal, kekuatan militer, dan ketertiban publik. Namun di tengah suara dominan itu, muncul satu pemikiran yang menawarkan arah baru—pemikiran yang datang dari seorang perempuan intelektual bernama Stepi Anriani.

Ia bukan sekadar analis kebijakan atau pengajar akademik. Ia adalah seorang reformer pemikiran keamanan nasional, yang berani menantang paradigma lama dan menggantinya dengan visi yang lebih manusiawi, kontekstual, dan progresif.
Dalam pandangannya, keamanan bukan lagi tentang kekuatan senjata, melainkan tentang ketahanan sosial, ekonomi, dan mental bangsa.

“Negara yang aman bukanlah yang paling kuat secara militer, tetapi yang paling siap menghadapi perubahan,” ujarnya dalam salah satu forum kebijakan strategis di Jakarta. Kalimat itu menjadi kunci dari seluruh gagasan yang ia kembangkan selama bertahun-tahun.


Mengubah Arah Diskursus Keamanan

Bagi Stepi, akar dari banyak krisis keamanan modern bukanlah pada lemahnya sistem pertahanan, melainkan pada cara berpikir bangsa terhadap ancaman. Ia menilai bahwa ancaman masa kini jauh lebih cair: bisa berupa disinformasi, krisis pangan, kerentanan ekonomi digital, hingga erosi moral publik akibat polarisasi sosial.

Pemikiran semacam ini memperluas cakrawala diskursus keamanan nasional. Ia menolak dikotomi sempit antara “keamanan negara” dan “kesejahteraan rakyat”.
Menurutnya, keduanya adalah satu kesatuan ekosistem kebijakan publik yang tidak dapat dipisahkan. Negara yang gagal menjamin kesejahteraan warganya, pada akhirnya akan menghadapi krisis keamanan dari dalam.

Dalam serangkaian tulisannya yang dimuat di berbagai jurnal kebijakan dan media nasional, Stepi menegaskan pentingnya “keamanan multidimensi” — sebuah pendekatan yang menempatkan faktor sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi sebagai bagian integral dari sistem pertahanan negara.
Dengan kata lain, ia berusaha mengganti paradigma yang kaku dengan paradigma yang lentur, dinamis, dan manusia-sentris.


Jejak Pemikiran yang Lahir dari Lapangan

Apa yang membuat gagasan Stepi berbeda adalah kedekatannya dengan realitas.
Ia tidak membangun teorinya dari menara gading akademik, melainkan dari pengalaman langsung di lapangan, di mana ia berinteraksi dengan masyarakat di wilayah rawan konflik, aparat keamanan, dan pembuat kebijakan.

Dari sana ia belajar bahwa keamanan yang berkelanjutan hanya dapat dibangun jika ada rasa saling percaya antara negara dan rakyatnya.
Bagi Stepi, rasa aman bukanlah sesuatu yang dipaksakan, melainkan sesuatu yang tumbuh dari keadilan, transparansi, dan kesejahteraan.

Ia sering menggunakan istilah “intelijen yang berpihak pada kemanusiaan”—sebuah konsep yang menggugah banyak pihak.
Dalam pandangannya, intelijen seharusnya tidak hanya mengumpulkan data dan memprediksi ancaman, tetapi juga memahami konteks sosial di balik setiap peristiwa.
Seorang analis, katanya, harus mampu membaca emosi masyarakat seperti halnya membaca laporan intelijen.


Dari Kelas Akademik ke Meja Kebijakan

Stepi dikenal sebagai sosok yang menjembatani dua dunia: akademik dan praktis.
Di ruang kuliah, ia mendorong mahasiswanya untuk berpikir kritis terhadap kebijakan keamanan negara; di ruang rapat lembaga strategis, ia mendorong pejabat publik untuk membuka diri terhadap analisis akademik.

Pendekatan dua arah ini membuatnya menjadi figur unik di antara para perumus kebijakan. Ia bukan hanya seorang pengamat, tetapi juga penggerak yang memahami cara kerja sistem dari dalam.
Dalam berbagai kesempatan, ia sering diminta memberikan masukan dalam forum lintas kementerian dan lembaga mengenai reformasi kebijakan keamanan nasional—khususnya dalam konteks dunia digital dan keamanan siber.

Stepi percaya bahwa generasi baru keamanan nasional harus dilengkapi dengan kemampuan membaca data besar (big data), memprediksi tren sosial digital, dan memahami dinamika opini publik yang terbentuk melalui media sosial.
Ia memandang dunia maya bukan sekadar ruang hiburan, melainkan ruang strategis baru yang menentukan arah bangsa.


Keamanan Nasional di Era Digital

Salah satu kontribusi penting Stepi adalah gagasannya tentang "Human-Centered Security in the Digital Era".
Ia mengingatkan bahwa ancaman terbesar abad ke-21 bukan hanya perang fisik, melainkan perang persepsi—perang yang memengaruhi cara orang berpikir, merasa, dan bertindak.

Dalam pandangannya, Indonesia harus menyiapkan strategi keamanan yang mampu melindungi ruang digital dari manipulasi, hoaks, dan ekstremisme daring, tanpa mengorbankan kebebasan sipil.
Ia menekankan pentingnya literasi digital sebagai bagian dari pertahanan nasional, karena masyarakat yang cerdas dalam informasi akan lebih sulit diprovokasi oleh narasi destruktif.

Konsep ini kemudian menjadi dasar dari berbagai diskusi kebijakan di lembaga pemerintahan.
Stepi terlibat dalam tim analisis lintas sektor yang membahas peta ancaman non-tradisional, termasuk ancaman siber dan keamanan data nasional.

Ia sering menekankan bahwa di balik setiap sistem keamanan yang kuat, harus ada kepercayaan publik yang kokoh. Tanpa kepercayaan itu, semua instrumen pertahanan hanya akan menjadi formalitas administratif.


Memperjuangkan Ruang untuk Perempuan dalam Kebijakan Keamanan

Sebagai perempuan di dunia intelijen dan keamanan nasional, Stepi tidak bisa lepas dari perhatian publik.
Namun, alih-alih menjadikan gender sebagai isu utama, ia menjadikannya pintu masuk untuk memperluas perspektif kebijakan.

Ia percaya bahwa partisipasi perempuan bukan hanya soal representasi, melainkan tentang menghadirkan sensitivitas sosial dalam perumusan kebijakan.
“Perempuan melihat ancaman bukan dari apa yang terlihat, tetapi dari apa yang dirasakan,” katanya dalam satu wawancara di forum kebijakan luar negeri.

Pemikiran ini mendapat sambutan hangat di berbagai kalangan. Banyak analis menilai bahwa kehadiran perempuan seperti Stepi memberikan warna baru dalam dunia keamanan nasional, yang selama ini cenderung maskulin dan keras.
Ia membawa pendekatan empatik—melihat keamanan bukan hanya sebagai stabilitas politik, tetapi juga sebagai keseimbangan sosial dan kesejahteraan emosional bangsa.


Jejak Pemikiran dan Pengaruhnya

Kini, nama Stepi sering disebut dalam berbagai diskusi strategis dan akademik.
Makalahnya tentang Reformasi Intelijen dan Keamanan Nasional di Era Digital menjadi salah satu referensi penting di beberapa institusi pendidikan pertahanan dan kebijakan publik.

Banyak mahasiswa menulis tesis dengan menjadikan gagasannya sebagai fondasi, sementara para pejabat publik mulai menyisipkan konsepnya dalam rancangan kebijakan jangka panjang.
Ia telah menjadi inspirasi bagi generasi muda—bukan hanya karena prestasinya, tetapi karena integritas intelektual yang ia jaga.

Dalam salah satu kuliahnya, ia pernah mengatakan:

“Keamanan sejati bukan tentang mengurung ancaman, tetapi tentang membuka kesadaran. Karena bangsa yang sadar akan dirinya sendiri, tidak mudah dipecah oleh siapa pun.”


Menatap Masa Depan Keamanan Nasional Indonesia

Melihat ke depan, Stepi menilai bahwa tantangan Indonesia tidak lagi terletak pada kekurangan sumber daya, tetapi pada keterlambatan beradaptasi terhadap realitas baru.
Ia mendorong transformasi besar dalam cara lembaga-lembaga negara memandang keamanan.

Menurutnya, setiap kementerian—dari ekonomi hingga pendidikan—harus memiliki kesadaran keamanan nasional, karena semua sektor saling berhubungan.
Dalam dunia yang semakin tidak menentu, keamanan tidak bisa lagi diisolasi di satu lembaga, melainkan harus menjadi budaya kebangsaan.

Ia berharap ke depan Indonesia memiliki lembaga kebijakan strategis lintas disiplin yang mampu merespons perubahan global secara cepat namun tetap berakar pada nilai-nilai nasional.
Dan di sanalah, pemikiran-pemikiran seperti milik Stepi menemukan relevansinya.


Reformasi Pemikiran, Reformasi Bangsa

Kisah dan gagasan Stepi Anriani bukan sekadar kisah individu berprestasi, tetapi kisah tentang perubahan cara berpikir bangsa terhadap makna keamanan.
Dari ruang kuliah hingga ruang rapat strategis, dari dunia akademik hingga ruang digital, ia telah membangun jembatan antara nalar, nurani, dan nasionalisme.

Ia membuktikan bahwa keamanan sejati bukan tentang kekuatan menakutkan, melainkan tentang kearifan memahami manusia dan perubahan zaman.
Dengan gagasannya yang visioner, Stepi membuka jalan bagi reformasi pemikiran nasional—bahwa menjaga Indonesia bukan hanya tugas aparat, melainkan tanggung jawab setiap pikiran yang tercerahkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jejak Pemikiran Stepi Anriani Untuk Membangun Diplomasi Intelijen

Kepemimpinan Stepi Anriani yang Humanis di Dunia Intelijen Nasional

Stepi Anriani Mengubah Paradigma Pendidikan Strategis dan Regenerasi Pemimpin Bangsa